Puisi (terakhir) Untuk Almira

Langit memberi kecerahan diantara perkumpulan awan. Membiarkan mentari mewarnai langit sore dengan jingga nya. Warna yang indah bagi mereka penikmat senja. Dengan segelas espresso yang dituangkan air panas, yang Alex pilih dalam menu di sebuah kedai langganannya, kini dirinya nikmati senja syahdu. Melepas penat setelah seharian liputan.

Namun, lain hari sore ini. Biasanya Alex menikmati espresso dengan tambahan sedikit susu, namun americano sepertinya memang cocok untuk sore ini. Dirinya menatap sendu mentari yang kini hampir tenggelam, di antara gagahnya gedung-gedung bertingkat. Tanpa sadar memorinya kembali teringat. Kisah romansa dirinya dengan sang pujaan hati, yang kini sudah bahagia menjadi seorang istri. Bukan istri dirinya, tapi milik teman dekatnya, Rafli.

Sudah setahun lebih dua bulan sejak pernikahan itu digelar. Tidak ada lagi saling tukar kabar. Apalagi sekedar bertanya, "apa kabar?". Cinta itu kini tidak lagi mekar. Bahkan dikatakan sudah pudar. Sudah hilang semua harapan. Tentang bagaimana dirinya memupuk perasaan. Berharap Almira, perempuan idaman. Menjadi pelengkap nya mengarungi kehidupan. Namun takdir tak sesuai harapan. 

Masih ingat betul Alex, bagaimana pertemuan pertamanya dengan dia. Bagaimana keduanya bertemu lalu saling menyapa dan menyebutkan nama. 

“Almira”

“Ismail, tapi orang-orang memanggilku Alex”

“Hahahaha... lucu juga jokesmu”

“Hei... ini bukan jokes”.

“Hmmm... baiklah, jadi aku panggil Alex atau ismail?” 

“Alex saja, supaya lebih dikenal jika kamu bertanya ke orang lain tentang aku”

Pertemuan yang sudah digariskan. Tidak pernah terbayang sebelumnya. Yang awalnya hanya sekedar membantu. Kemudian cinta tumbuh menggebu-gebu. Dan pada akhirnya terhenti dijalan buntu. Sudah tidak bisa dilanjutkan lagi. Karena memang jalannya hanya sampai disini. 

Takdir memang selalu begitu, ada saja pasti kejutan. Sedikitpun tidak pernah terpikirkan, kalau ternyata berakhir dengan cara yang cukup menyakitkan. Bagaimana tidak, perempuan yang Alex harapkan, ternyata berharap dengan laki-laki lain. Bahkan yang lebih menyakitkan, cintanya berhenti ditangan teman. Seorang laki-laki yang dirinya kenal sejak lama, teman rasa keluarga tempatnya bercerita. Apalah arti sebuah cinta jika pertemanan harus dikorbankan. Apalagi Alex yang memiliki sifat insecure terhadap diri sendiri, seringkali membuat nya mengikhlaskan. Merelakan perasaan yang mungkin saja bisa diperjuangkan.

Ini bukan kali pertama dirinya harus merelakan. Sudah kali ketiga Alex harus mengikhlaskan perasaan. Lagi-lagi dikalahkan oleh orang yang menjadi pilihan. Mau bagaimana lagi, modal humoris tidak akan cukup untuk mengalahkan pilihan dia. 

Tapi, dari sekian kejadian yang telah terjadi itu, rasanya yang terakhir adalah yang paling menyakitkan. Baru kali ini dia merasakan getir kehidupan percintaan. Takdir yang menghantam keras kenyataan dirinya. Merelakan cintanya di ambil teman sendiri. Mungkin jika ada yang lebih pahit dari robusta, kisah cinta Alex dan Almira menjadi juaranya. 

*****


"Lex, please, aku minta tolong, ya?" Almira memohon. 

"Kenapa harus aku? Aku bukan photograper wedding profesional" Alex keberatan. 

"Nggak ada photograper wedding yang mau nerima panggilan dadakan"

"Tiba-tiba banget photograper weddingnya batalin, padahal udah H-5 ini. Ayolah Lex, aku bingung mau minta tolong siapa lagi." Kali ini Almira benar-benar sangat memelas. 

Entah apa yang ada dipikirkan Almira. Meminta Alex menjadi photograper weddingnya. Apa dia tidak berpikir, bagaimana perasaan Alex saat ini. Ketika melihat perempuan idaman nya itu harus dirinya relakan. Malang sekali jadi Alex. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Kalau tangga kayu mungkin tidak seberapa, tapi ini tangga besi. Tangga yang cukup berat jika diangkat sendirian. Sakitnya berkali-kali lipat mungkin. 

Apalah daya Alex, mungkin takdir sedang memberinya pelajaran. Ilmu tentang bagaimana menerima takdir dengan pemahaman. Keinginan yang tidak lagi bersama kenyataan. Mau bagaimana lagi, semua sudah terlambat. Lagipula Almira tidak tahu perasaan Alex, kan? Siapa suruh tidak segera diungkapkan? Tapi jika diungkapkan, apa mungkin diterima sesuai harapan? 

Cinta dalam diam memang pada akhirnya menemukan kepahitan. Seringnya sih begitu yang sudah-sudah. Meskipun banyak juga yang berakhir bahagia. Namun, sepertinya rasa sakit ini tidak terlalu buruk juga dikehidupan. Hanya butuh pembiasaan. Kadang ekspektasi kita yang terlalu tinggi. Sehingga kenyataan tidak mampu mengimbangi. 

"Baiklah, semampuku saja ya, aku tidak berjanji hasilnya memuaskan" Jawab Alex terpaksa. 

"Iya nggak apa-apa, aku percaya kamu, Lex" Almira sumringah. 

*****


"Saya Terima nikahnya Almira Belvina binti Nasuha dengan mas kawin tersebut dibayar tunai" Ucap Rafli lugas. 

"Barakallahu lakuma wa jama'a bainakuma fi khoir... " Penghulu bersongkok hitam khas santri mendo'akan. 

Momen demi momen telah Alex lewati. Jepretan kameranya tidak pernah berhenti mengeluarkan flash cahaya khas kamera photograper. Merekam memori bahagia perempuan idamannya itu. Momen paling berat dalam hidup Alex. Mengikhlaskan apa yang sudah diimpikan. Takdir memberikannya sebuah pelajaran. Cinta yang tumbuh, tidak selamanya akan berbuah manis. Meski sering disirami ketulusan, ditaburi pupuk perhatian, tapi tetap saja cinta itu tidak tumbuh sesuai harapan. Sepertinya tanah hati belum waktunya masa subur. Tampaknya musim memang masih belum sepakat, cinta yang ditanam belum berbuah manis. Pahit masih menjadi teman akrabnya tatkala dirinya kembali menanam benih cinta. 

"Aku nggak tau lagi mau bilang apa, pokoknya Terima kasih banyak" Ucap Almira selepas acara resepsi. 

"Iya, Lex, lu memang teman gw yang terbaik pokoknya. Gw do'ain lu cepet nyusul, ya" Sahut Rafli sambil memeluk erat temannya tersebut. 

"Iya sama-sama, senang bisa membantu mensukseskan momen bahagia kalian" Balas Alex tersenyum manis, sepertinya. 

"Semoga dengan adanya mawaddah dan rohmah, keluarga kalian menjadi sakinah" Alex mendo'akan. 

"Aamiin" Ucap kedua mempelai serempak. 

"Terima kasih banyak juga atas semua bantuan kamu selama ini ya, Lex, semoga mendapatkan balasan yang setimpal" Ucap Almira sambil menggandeng tangan suaminya, Rafli. 

"Nanti gw transfer untuk fee jasa lu hari ini, Lex, masih ke nomor rekening yang sama kan?" Lanjut Rafli. 

"Nggak usah, Fli, uangnya disimpan untuk kalian aja. Lagian lu berdua teman gw juga kan, liat kalian bahagia gw juga udah senang kok, aman" Gestur jari jempol diberikan. 

"Jangan lupa untuk bahagia selalu ya buat kalian berdua, see you next time, gw ijin pulang duluan" Pamit Alex. 

*****


Dunia memang penuh misteri. Terkadang apa yang kita impikan, belum tentu berakhir kebahagiaan. Pahit takdir rasanya harus dinikmati. Seperti segelas robusta, pahitnya bisa kita nikmati ketika kita paham hakikat rasa kopi. Manis tidak harus selalu hadir supaya bisa kita menikmati. Karena kopi diciptakan, untuk kita memahami bahwa pahit tidak selamanya berarti keburukan. Nikmati saja takdir yang cukup pahit ini. Adakalanya nanti, rasa manis akan terasa nikmat setelah pahit sudah biasa dinikmati. 


ALMIRA


Cinta yang datang tiba-tiba itu

Kini sudah tidak lagi tumbuh sesuai harapan

Semuanya sudah dijawab oleh waktu

Ternyata takdir sama sekali tidak mau berteman


Almira

Kukira kita saling memiliki perasaan

Ternyata aku hanya sendirian

Yang mempunyai sejuta harapan

Hidup bersama saling berdampingan


Almira

Kututup sudah bab mencintaimu

Tidak akan ada lagi harap untuk bersamamu

Karena bahagia sudah menemuimu


Pada akhirnya, menyukai tidak harus memiliki

Cinta yang datang juga kini harus pergi

Meninggalkan sekian juta memori


Melepaskanmu adalah hal yang paling sulit

Mungkin americano juga kalah pahit

Tampaknya, memang cinta tertinggi adalah mengikhlaskan

Semua yang sudah kuusahakan, kini harus sepenuhnya kurelakan


Almira

Izinkan goresan terakhirku menjadi penutup puisi ini

Terima kasih telah mengisi bab perjalanan cinta ini



Cawang, 11 Maret 2025

Komentar

Postingan Populer